Hutan Berpesan Melalui Kayu-Kayu yang Turun Bersama Bandang

0

gelondongan kayu dan puing yang terbawa banjir bandang
Kayu-kayu berserakan terbawa arus banjir bandang (ilustrasi oleh Pangestu Adika)

Semarang - Akhir November 2025, banjir bandang melanda sejumlah wilayah di Sumatera Utara. Hujan deras yang turun selama beberapa hari membuat aliran sungai meluap dan memicu longsor di berbagai titik.


Bencana terbesar terjadi pada 25–28 November 2025, dengan dampak paling parah dirasakan di wilayah seperti Sibolga, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Humbang Hasundutan, hingga beberapa daerah lain di sekitar Tapanuli.


Dalam hitungan jam, air bah menghancurkan rumah-rumah, meruntuhkan jembatan, menutup akses jalan, dan menimbun sawah serta ladang milik warga.


Korban jiwa terus bertambah dari hari ke hari. Lebih dari seratus orang meninggal, sementara puluhan lainnya belum ditemukan. Angka ini masih mungkin berubah seiring proses pencarian yang terus berlangsung. Banyak keluarga kehilangan anggota keluarganya, banyak rumah rata dengan tanah, dan banyak warga terpaksa mengungsi karena tempat tinggal mereka tidak lagi aman untuk dihuni.


Penulis tidak berada di lokasi maupun dekat wilayah bencana. Semua informasi hanya didapat melalui pemberitaan media dan unggahan yang beredar di media sosial.


Dari apa yang tampak, baik dari berita, foto, maupun rekaman video situasi ini benar-benar mengerikan. Arus air yang membawa lumpur, bebatuan, bahkan bangunan tampak menyapu apa pun yang dilewatinya.


Pemandangan rumah yang hanyut, kendaraan yang tertimbun material, hingga desa-desa yang tampak porak-poranda memperlihatkan betapa besar daya rusak banjir tersebut.


Dari banyak dokumentasi yang beredar, terlihat pula gelondongan kayu berukuran besar yang ikut terseret arus. Jumlahnya tidak sedikit, dan ukurannya pun bukan potongan kecil. 


Pemandangan itu menimbulkan pertanyaan yang sulit diwajarkan. Ada apa dengan kondisi hulu? Apakah bencana sebesar ini memang seharusnya datang begitu saja, atau ada rangkaian sebab-akibat yang belum terungkap?


Mungkinkah terjadi aktivitas eksploratif yang berlebihan di atas sana sehingga mengubah daya dukung hulu? Atau adakah perubahan lain yang membuat alam kehilangan keseimbangannya? Kayu-kayu besar itu tanda yang memaksa kita menengok kembali apa yang sebenarnya terjadi di wilayah hutan.


Bencana ini bukan hanya soal banjir. Ia memperlihatkan bagaimana rentannya ekosistem ketika curah hujan tinggi bertemu dengan kondisi hulu yang tidak stabil.


Longsor yang membawa kayu-kayu besar menunjukkan bahwa tanah di atas mungkin tidak lagi kuat menahan air. Selain kerusakan lingkungan, faktor cuaca ekstrem juga memegang peran penting. Sebuah kombinasi yang berbahaya, dan dampaknya terlihat jelas pada situasi di Sumatera Utara saat ini.


Sudupandang menyampaikan duka yang mendalam atas bencana ini. Kami turut merasakan kehilangan yang dirasakan oleh keluarga korban dan warga terdampak. Semoga para korban yang masih belum ditemukan segera diketemukan, semoga keluarga yang berduka diberi kekuatan, dan semoga warga yang terdampak mendapat pemulihan yang cepat serta perlindungan yang memadai.


Kami juga memanjatkan doa agar wilayah-wilayah yang terdampak dapat segera pulih, dan semoga langkah-langkah penanganan serta mitigasi dapat terus diperbaiki agar kejadian seperti ini tidak kembali memakan begitu banyak korban.


Semoga ke depannya hulu dan hilir dapat lebih diperhatikan, sehingga masyarakat di sepanjang aliran sungai dapat hidup lebih aman dan terlindungi.


Dari sini, penulis hanya bisa berdoa untuk semua yang telah mengulurkan tenaga, waktu, keberanian hingga materi semoga setiap langkah baik itu bernilai ibadah, diterima sebagai amal, dan diganti oleh Tuhan dengan kebaikan yang berlipat.


Dari musibah ini, kita perlu mengambil pelajaran penting bahwa alam, infrastruktur, dan kehidupan manusia saling terhubung erat. Dan ketika satu bagian melemah, dampaknya dirasakan oleh semuanya.


Dika.


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)