Opel Blazer, SUV "American Style" yang Diremehkan Banyak Orang tapi Selalu Bikin Penumpangnya Nyaman dan Betah

1

Opel Blazer Biru Tua (Ilustrasi oleh Dika)

Toha awalnya sudah siap pergi kondangan pakai Opel Blazer kesayangannya. Mobil itu biasanya jadi andalan untuk bepergian bareng anak dan istrinya.


Namun hari itu temannya tiba tiba mengajak ikut naik Fortuner terbaru. Alasannya biar bisa berangkat bareng dan sekalian ngobrol selama perjalanan.


Akhirnya Toha setuju. Mereka pun berangkat bersama. Perjalanan lancar dan suasananya cukup ramai karena banyak obrolan yang terjalin di dalam mobil temannya itu.


Sesampainya di rumah, Toha terkejut ketika anak anaknya mengeluh mual dan pusing setelah naik Fortuner tersebut. Mereka bilang rasanya tidak enak di perut. Mereka bahkan menambahkan kalau naik Blazer justru lebih nyaman dan tidak bikin mual.


Ini bukan pertama kalinya Toha mendengar komentar serupa. Beberapa orang sebelumnya juga pernah bilang hal yang sama. Blazer mungkin punya reputasi yang kurang baik di telinga masyarakat luas. Namun untuk kenyamanan ternyata tidak sedikit yang setuju kalau mobil itu enak dinaiki.


Masalah yang sering dikeluhkan orang biasanya seputar konsumsi bahan bakar dan anggapan bahwa onderdilnya susah dicari. Blazer dianggap boros dan susah dirawat. Dua hal itu yang membuat sebagian orang memandangnya sebelah mata.


Toha sendiri sudah merawat Blazer selama tujuh tahun. Selama itu servis besar baru sekali dilakukan. Ia pernah mengganti ring piston karena pompa air sempat rembes dan membuat mesin kekurangan air. Lalu ia juga mengganti IC regulator dinamo sekali.


Jika ditotal biaya perbaikannya sekitar empat setengah juta selama tujuh tahun. Angka itu ia anggap wajar. Bahkan murah jika dibandingkan citra mobil ini yang sering dianggap rewel oleh orang yang tidak pernah memilikinya.


Di luar itu mobil berjalan mulus dan tidak ada kendala berarti. Toha sering bolak balik Semarang Temanggung melewati Bandungan yang jalurnya naik turun. Blazer tetap kuat dan stabil di tanjakan serta nyaman saat turun.


Soal bensin ia santai saja. Dengan mesin dua ribu CC rasanya mustahil berharap konsumsi irit seperti mobil kecil. Ia menerima karakter mobilnya apa adanya. Perbandingan satu banding lima belas jelas bukan sesuatu yang realistis.


Untuk spare part hampir tidak pernah sulit. Banyak tersedia di toko online dan bengkel spesialis Chevrolet atau Blazer di Semarang juga cukup banyak. Toha selalu punya tempat yang bisa ia datangi kalau butuh bantuan.


Pernah suatu kali Blazer mogok di jalan. Ia memberi kabar di grup komunitas. Tidak lama kemudian ada yang datang membantu. Setelah dicek ternyata hanya ada satu kabel yang lepas. Disambung sebentar dan mobil langsung menyala lagi.


Banyak orang bilang Blazer rewel. Menurut Toha penyebabnya sering bukan karena mobilnya bermasalah tetapi karena pemiliknya suka sok utak atik sendiri tanpa benar benar paham. Mereka mencoba memperbaiki sesuatu secara sembarangan lalu hasilnya justru membuat masalah baru.


Toha sendiri pernah mengalami hal serupa. Ia mencoba memperbaiki bagian tertentu lalu akhirnya harus memanggil bengkel karena malah salah langkah. Padahal ia lulusan SMK otomotif dan terbiasa menangani mobil.


Namun Blazer punya karakter yang berbeda. Teknologinya khas Amerika dan tidak bisa diperlakukan seperti mobil jepang yang dulu sering ia tangani. Mobil ini butuh pendekatan yang tepat.


Menurutnya mobil ini enak dipakai. Suspensinya nyaman dan desainnya terasa timeless. Mungkin bukan pilihan populer namun bagi Toha Blazer sudah memberi pengalaman yang jauh lebih menyenangkan daripada reputasinya.


Yang penting bagi Toha adalah merawat dengan benar. Jika ada masalah carilah bengkel yang tepat. Blazer bukan mobil yang manja. Ia hanya butuh orang yang mau memperlakukannya dengan benar. Dengan itu semua Toha merasa belum ada alasan untuk beralih ke mobil lain atau menjualnya.


Pangestu Adika.


Tags

Posting Komentar

1Komentar
Posting Komentar