Makelar adalah Pekerjaan Kreatif yang Tidak Masuk dalam 17 Sektor Ekonomi Kreatif

2
Makelar menjadi penengah transaksi jual beli (Ilustrasi by Pangestu Adika)


Kementerian Ekonomi Kreatif telah memetakan tujuh belas sektor ekonomi kreatif di Indonesia. Mulai dari periklanan, arsitektur, seni rupa, desain, film, musik, fotografi, hingga kuliner.


Semua sektor itu dianggap mewakili dunia yang mengandalkan gagasan, inovasi, dan daya cipta manusia. Daftar itu dibuat dengan niat baik, tentu saja, untuk memetakan potensi ekonomi yang bersumber dari kreativitas.


Namun di luar daftar panjang itu, ada satu profesi yang menurut saya juga bekerja dengan penuh kreativitas, walau namanya tidak pernah disebut secara resmi.


Profesi itu adalah makelar. Ya, makelar. Sebuah profesi yang tidak memiliki jurusan khusus di universitas manapun. Tidak ada fakultas makelaran, tidak ada mata kuliah "ilmu perantara properti" atau "manajemen negosiasi lapangan". Kenyataannya, profesi ini ada di mana-mana dan menjadi bagian dari denyut ekonomi kita.


Makelar bukan istilah asing di telinga masyarakat. Mereka hadir di setiap lini kehidupan, dari jual beli tanah, kendaraan, rumah, sampai urusan administrasi kedokumenan pun ada makelarnya.


Menariknya, menjadi makelar tidak membutuhkan ijazah formal. Yang dibutuhkan hanyalah keberanian, rasa percaya diri yang tinggi, dan keterampilan komunikasi di atas rata-rata. 


Seorang makelar baja ringan bekas yang saya kenal hidupnya cukup baik. Rumahnya nyaman, mobilnya tidak tua-tua amat, anak-anaknya bersekolah hingga kuliah. Artinya, profesi ini mampu memberikan penghidupan yang layak.


Dalam percakapan sehari-hari, makelar sering kali dianggap profesi sambilan atau bahkan dipandang sinis. Padahal jika kita perhatikan, pekerjaan mereka bukan pekerjaan mudah. 


Mereka harus punya insting membaca kebutuhan orang lain. Harus tahu kapan bicara, kapan diam, kapan mendorong, dan kapan menahan. Sering kali, mereka bekerja dalam situasi serba tidak pasti. Tapi justru di situlah letak kreativitasnya.


Saya berani menyebut profesi makelar sebagai pekerjaan kreatif. Karena jika kita mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dengan menghubungkan berbagai unsur yang sudah ada, maka makelar melakukan itu setiap hari. 


Mereka menghubungkan orang yang butuh dengan orang yang punya, menciptakan hubungan baru dari dua kepentingan yang semula tidak saling tahu.


Kreativitas bukan hanya soal melukis, mendesain, atau menulis lagu. Kreativitas juga tentang bagaimana seseorang menemukan cara unik untuk memecahkan masalah dan membuka peluang. 


Dalam hal ini, makelar adalah pemecah masalah yang ulung. Mereka tidak menciptakan produk fisik, tetapi menciptakan momentum dan kesepakatan yang bernilai ekonomi. Mereka menjual kepercayaan, bukan barang.


Setiap makelar punya gaya khas. Ada yang mengandalkan gaya bicara meyakinkan, ada yang menggunakan pendekatan emosional, ada pula yang bermain dengan data dan logika. Mereka bisa membaca bahasa tubuh calon pembeli, tahu kapan seseorang sedang ragu, dan tahu pula kapan seseorang sudah hampir yakin. Semua itu bukan hasil teori, melainkan hasil latihan panjang dari pengalaman lapangan.


Makelar adalah negosiator alami. Mereka beroperasi di wilayah abu-abu antara kebutuhan dan kesempatan. Tidak ada template yang bisa diikuti, tidak ada pedoman baku yang menjamin keberhasilan. Setiap kasus, setiap klien, setiap produk memiliki keunikan sendiri. Maka yang membuat mereka bertahan bukan hanya keberuntungan, tapi juga keluwesan berpikir dan kepekaan membaca situasi.


Di era digital, kreativitas para makelar bahkan makin berkembang. Mereka kini memanfaatkan grup WhatsApp, media sosial, hingga marketplace untuk mencari pembeli dan menawarkan barang. 


Ada yang membuat konten lucu, ada yang membangun persona online, ada pula yang mem-branding dirinya sebagai "konsultan properti" agar terdengar lebih profesional. Itu semua bentuk adaptasi, dan adaptasi adalah bagian dari kreativitas.


Jika kita lihat lebih dalam, keterampilan komunikasi, keberanian, dan rasa percaya diri yang dimiliki makelar bukan sekadar sifat bawaan. Itu hasil dari proses sosial yang panjang. Mereka belajar dari pengalaman ditolak, dari transaksi yang gagal, dari orang yang tidak jadi membeli. Dan seperti pekerja kreatif lainnya, mereka terus memperbaiki pendekatan mereka seiring waktu.


Dalam banyak hal, makelar juga seniman sosial. Mereka bermain dengan intuisi dan rasa, memahami emosi manusia, dan menata percakapan agar mengarah ke hasil yang diinginkan. Mereka tidak hanya menjual, tetapi juga membangun suasana. 


Dalam bahasa sederhana, mereka tahu cara "membaca ruangan". Ini kemampuan yang tidak semua orang punya, dan jelas membutuhkan latihan serta kecerdasan sosial yang tinggi.


Menjadi makelar berarti siap hidup di antara dua dunia. Dunia pembeli dan dunia penjual. Dunia keinginan dan dunia kenyataan. Mereka menjadi jembatan yang menghubungkan keduanya, dan dari sanalah nilai ekonomi tercipta. Dalam logika ekonomi kreatif, bukankah itu juga bentuk produksi nilai?


Tiga keterampilan dasar yang saya sebut tadi komunikasi, keberanian, dan kepercayaan diri sebenarnya sudah cukup menjadi modal profesional. 


Tanpa itu, seorang makelar tidak akan bisa bertahan lama. Bahkan bisa dibilang, profesi ini adalah latihan paling nyata dalam mengelola relasi manusia. Mereka mempraktikkan psikologi, retorika, dan bahkan sedikit dramaturgi, semua dalam satu paket.


Karena itulah, saya merasa profesi makelar pantas disebut sebagai pekerjaan kreatif. Mereka tidak hanya menjual sesuatu, tapi juga menciptakan ruang pertemuan yang tak akan terjadi tanpa keberadaan mereka. Mereka memfasilitasi terjadinya nilai baru dari situasi yang sebelumnya stagnan.


Barangkali, sudah saatnya kita memperluas makna kreativitas. Tidak hanya terbatas pada mereka yang menghasilkan karya visual, musik, atau teknologi, tapi juga mereka yang bekerja dengan intuisi dan manusia.


Makelar, dengan segala caranya membaca peluang dan membangun kepercayaan, adalah contoh nyata bagaimana kreativitas hidup di lapangan, tanpa perlu nama besar, tanpa perlu sertifikat. Dan mungkin, di situlah letak keindahan profesi ini.


Pangestu Adika


Posting Komentar

2Komentar
  1. saking kreatifnya kadang oli mesin dikasih oli gardan, pisang dll

    BalasHapus
Posting Komentar